Dari Moderasi hingga Cinta: FAI UAD Gelar FGD bersama BMBPSDM Kemenag RI
FAI News, Rabu 8 Oktober 2025 – Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan (FAI UAD) bekerja sama dengan Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama RI menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Strategi Implementasi Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi.”
Kegiatan yang berlangsung di Aula Islamic Center UAD ini menjadi ruang dialog penting dalam merumuskan pendekatan baru penguatan moderasi beragama melalui integrasi ilmu, nilai cinta, dan humanisme di lingkungan perguruan tinggi.

Sambutan Dr. Arif Rahman, S.Pd.I., M.Pd.I.
Acara dibuka dengan sambutan oleh Dr. Arif Rahman, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Agama Islam UAD. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa moderasi beragama merupakan ruh penting dalam visi pendidikan UAD. “Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan cinta damai di tengah keberagaman. Melalui forum ini, kita berharap lahir strategi yang lebih konkret dan aplikatif untuk membumikan moderasi beragama di kampus,” ungkapnya.

sambutan Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag., Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kemenag RI
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag., Sekretaris Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kemenag RI, yang menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi dalam membangun ekosistem akademik yang moderat. “Moderasi beragama tidak cukup hanya menjadi wacana, tetapi harus diinternalisasikan dalam kehidupan akademik agar nilai-nilai toleransi, cinta, dan kemanusiaan tumbuh dalam ekosistem kampus,” ujarnya.
FGD ini dipandu oleh Dr. Yoyo, M.A. sebagai moderator, dan menghadirkan lima narasumber utama dengan tema dan pendekatan yang beragam.
Resiprositas Cinta sebagai Dasar Moderasi
Pemateri pertama, Prof. Dr. Siswanto Masruri, M.A., mengangkat topik “Dari Moderasi Beragama hingga Resiprositas Cinta.” Ia menekankan bahwa kehidupan kampus di Indonesia bersifat multikulturalistik, namun tidak semua individu memiliki komitmen yang pluralistik. Menurutnya, indikator awal moderasi beragama dimulai dari mengenal dan mengakui keberagaman, menghormati perbedaan, serta membangun sikap saling berbagi. “Resiprositas cinta adalah kunci agar kita tidak hanya hidup berdampingan, tetapi juga saling memahami dalam perbedaan,” tegasnya.
Kurikulum Cinta sebagai Strategi Implementasi Moderasi
Selanjutnya, Prof. Dr. Ema Marhumah memaparkan gagasannya mengenai “Strategi Implementasi Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi.” Ia menyoroti pentingnya Kurikulum Cinta (KBC) sebagai strategi internalisasi nilai-nilai moderasi di lingkungan kampus. Kurikulum ini dibangun atas empat ranah utama: knowing, loving, doing, dan habituating. “Pendidikan tidak boleh berhenti pada transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga harus menumbuhkan kesadaran cinta dan nilai kemanusiaan,” jelasnya.
Menurutnya, Kurikulum Cinta memiliki prinsip melahirkan insan yang humanis, rasional, nasionalis, dan naturalis—dengan indikator utama kecintaan kepada Allah, diri sendiri, sesama manusia, dan seluruh ciptaan.

Sesi Focus Group Discussion
Integrasi Moderasi Beragama dan Literasi Lintas Budaya
Pemateri ketiga, Prof. Dr. Inayah Rohmaniyah, M.Hum., M.A., memperkenalkan Model Integrasi Moderasi Beragama, Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya. Ia menekankan pentingnya model ini untuk membangun kesadaran mahasiswa agar tidak hanya memahami agamanya sendiri, tetapi juga menghargai keragaman budaya dan tradisi lain dalam bingkai kebangsaan.
Moderasi dalam Bingkai Unifikasi Ilmu
Dalam paparannya, Dr. Nur Kholis, M.Ag., mengulas implementasi moderasi beragama di UAD melalui pendekatan unifikasi ilmu, sebagaimana diatur dalam SK Rektor No. 57/2025. Ia menyebutkan bahwa hasil riset PPIM UIN Jakarta (2022) menunjukkan 58% mahasiswa Indonesia masih menunjukkan gejala intoleransi. “Selama ini pendekatan moderasi lebih sosiologis dan politis. UAD menawarkan pendekatan epistemologis melalui integrasi ilmu agar moderasi beragama tidak hanya menjadi perilaku sosial, tetapi juga paradigma berpikir,” jelasnya.
Psikologi Perilaku Moderat
Sebagai penutup, Dr. Khoirudin Bashori, M.Si., mengulas moderasi beragama dari perspektif psikologi. Ia menjelaskan bahwa perilaku moderat dibangun melalui relasi antara value, belief, attitude, dan afeksi. “Sering kali, kognisi mahasiswa tentang moderasi sudah terbentuk, namun afeksinya belum tersentuh. Di sinilah pentingnya pendekatan yang menyentuh hati dan pengalaman,” ujarnya.
Kegiatan FGD ini menjadi wadah penting untuk merumuskan strategi implementasi moderasi beragama di perguruan tinggi yang lebih komprehensif, integratif, dan berbasis nilai cinta. Melalui kolaborasi antara FAI UAD dan BMPSDM Kemenag RI, diharapkan lahir gagasan dan kebijakan baru yang memperkuat ekosistem kampus sebagai ruang tumbuhnya insan beragama yang inklusif, rasional, dan penuh kasih.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!