DOSEN FAI UAD PAPARKAN PENDEKATAN SOSIOLOGI DALAM KAJIAN I’JAZ QUR’AN DALAM SEMINAR INTERNASIONAL Al-QUR’AN
FAI News-FAI UAD. Seminar Internasional tentang I’jaz Qur’an di gelar pada 5 Februari 2024 lalu secara daring oleh STIQ Al Latifiyah Palembang. Dalam kesempatan tersebut, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan, Dr. Arif Rahman, M.Pd.I menjadi pembicara bersama dengan empat narasumber lainnya.
Arif Rahman sendiri membawakan topik kajian dengan judul “I’jaz Qur’an in Sociological Perspective: Analysis, Concepts, and Approaches”. Menurutnya kajian Qur’an dapat dikembangkan dengan beragam pendekatan dan model, baik dari sisi kebahasaan, penafsiran maupun topik lainnya yang berkenaan dengan Qur’an.
“Al-Qur’an menjadi salah satu objek kajian yang sangat menarik, bukan semata karena text dan kebahasaannya saja, namun kandungan isi Al-Qur’an juga bisa membuka ruang beragam disiplin keilmuan mengkaji dari berbagai sudut pandang. Di antaranya pendekatan sosiologi yang memberikan sudut pandang relasi manusia, kelompok sosial dan bagaimana hubungan interaksinya terhadap Alqur’an atau sebaliknya.” Jelasnya.
Kajian Al-Qur’an melalui pendekatan sosiologi menurutnya memiliki daya tarik tersendiri khususnya di Indonesia, karena dengan 86,7% penduduk muslim dari total populasinya, Indonesia menjadi urutan pertama di dunia dengan jumlah populasi umat Islam terbanyak dengan jumlah 231 juta muslim. “Dengan jumlah muslim terbanyak di dunia, yakni lebih dari dua ratus juta jiwa umat Islam, menandakan ada hal bisa dikaji hubungan antara populasi muslim dan Al-Qur’an sebagai kitab suci. Terlebih lagi, komunitas dan organisasi muslim di Indonesia jumlahnya tidak sedikit, di antaranya kelompok-kelompok mainstreaming memainkan peran penting dalam perkembangan Islam sejak abad ke-19” paparnya.
Survei Potensi Literasi Al-Qur’an di Indonesia
Meski memiliki popolasi muslim terbesar di dunia, Arif juga memberikan perhatian terhadap potensi literasi Al-Qur’an masyarakat Indonesia yang sebelumnya telah dilakukan survei oleh Bimas Islam Kemenag RI pada tahun 2023 yang mengkategorikan “tinggi” dengan skor 66,038. Justru menurut Arif skor tersebut belum bisa dikatakan tinggi, dan lebih sesuai jika dikategorikan sedang.
“saya melihat dan memberikan semacam kritik, survei potensi literasi Alqur’an di Indonesia mungkin lebih pas jika itu kategorinya sedang, karena jika dibandingkan dengan jumlah populasi umat Islam saat ini standarnya belum bisa dikatakan tinggi, itu pun belum memenuhi skor 70. Kondisi demikian juga sekaligus menunjukkan bahwa anomali ini menjadi ruang bagi para peneliti untuk melihat sejauh mana interaksi Al-Qur’an bagi kehidupan masyarakat muslim di Indonesia saat ini. Apakah terdapat variabel yang menunjukkan gejala pergeseran antar generasi, atau di sana terdapat perbedaan persepsi kelompok masyarakat atau komunitas muslim tertentu dalam memahami Al-Quran di era sekarang” jelasnya lagi.
Dalam paparan materinya, Arif juga menunjukkan hasil survei sederhana yang dilakukannya tentang Literasi Al-Qur’an di kalangan Gen Z. Salah satu dari temuannya, saat ini sebanyak 55% Gen Z membaca Al-Qur’an hanya berkisar antara 5 sampai 10 menit saja. Durasi waktu yang cukup singkat ini ketika ditelusuri lebih jauh, ditemukan bahwa kalangan gen Z mudah terdistraksi/terganggu dengan berbagai gangguan eksternal seperti teknologi gawai dan internet. Artinya momentum kekhusyu’an membaca Al-Qur’an kalangan Gen Z masih menjadi perhatian besar bagi para orangtua dan guru.
Prinsip I’jazul Qur’an sebagai instrumen kemajuan peradaban muslim
Selain itu, lebih spesifik Arif memberikan ulasan topik i’jaz Al-Qur’an yang dibagi kepada tiga aspek yaitu i’jaz lughowi, i’jaz al ‘ilmi, i’jaz tasyri’. Ketiganya berhubungan erat dengan sistem maqashid syariah dan upaya dalam membangun peradaban Islam.
“jika melihat tiga kajian i’jaz Qur’an, sebetulnya ini jadi akar kuat dalam membangun sistem peradaban Islam (hadoroh islamiyyah). Di mana ketiganya terikat dan terhubung satu sama lainnya yang tidak bisa dipisahkan. Basis bahasa, ilmu, dan hukum adalah tiga identik utama dalam membangun peradaban” ujarnya.
Dari sisi i’jaz lughowi menunjukkan upaya autentikasi dan validitas kebahasaan yang digunakan Qur’an kepada audiens. Selain tidak ada perubahan redaksi, bahasa yang digunakan Qur’an sebagai bentuk bahasa komunikasi dunia Islam. Karakteristik ini menjadi berbeda jika dibandingkan dengan kitab suci lainnya yang barangkali memiliki keragaman redaksi dan text bahkan perubahan di masa tertentu. Kemudian i’jaz al ‘ilmi menunjukkan basis pengetahuan (fundamental of knowledge), di mana Al-Qur’an seringkali memberikan semacam informasi dan pengetahuan yang melampaui zamannya baik bersifat ilmiah maupun bersifat prediktif. Terakhir, i’jaz tasyri’ menunjukkan bahwa Al-Qur’an memuat seperangkat aturan dan hukum-hukum yang menjadi pegangan umat manusia dalam menjalankan kehidupan yang berprinsip pada hukum-hukum syariat. (AR)